Pengamat Pesimis Target Pertumbuhan Ekonomi 8%
2 mins read

Pengamat Pesimis Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyerukan agar pemerintah segera menyesuaikan arah kebijakan ekonominya seiring meningkatnya ketegangan dagang global yang dipicu Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Kebijakan tarif baru yang diluncurkan Trump memicu kekhawatiran akan terjadinya perang dagang jilid dua, yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia.

Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, menilai Indonesia tidak bisa terus bergantung pada pasar ekspor utama seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Ia menekankan pentingnya memperkuat basis perdagangan regional, khususnya di kawasan ASEAN.

“Sudah waktunya kita menoleh ke dalam kawasan. Negara-negara ASEAN justru perlu memperkuat kerja sama daripada terus bersaing satu sama lain. Dengan soliditas regional, guncangan eksternal seperti perang dagang bisa lebih teredam,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk Perang Dagang dan Guncangan Pasar Keuangan , Kamis (17/4/2025).

Menurut Eko, dampak perang dagang tidak hanya soal tarif ekspor-impor, tetapi juga menyangkut persepsi investor dan stabilitas sistem keuangan global. Oleh karena itu, Indonesia perlu menyiapkan langkah preventif guna mengantisipasi gejolak ekonomi yang lebih besar.

Ia juga mencatat bahwa banyak investor global kini mulai meninggalkan aset-aset di Amerika dan beralih ke instrumen yang dianggap aman seperti emas, yen, atau franc Swiss.

“Ini sinyal bahwa ada krisis kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi Trump. Indonesia harus cermat membaca arah arus modal global agar tidak jadi korban,” kata Eko.

Eko turut mengkritisi kecenderungan pemerintah yang masih terlalu optimistis dalam menetapkan target pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, dalam situasi global yang tidak menentu, pemerintah seharusnya lebih realistis dan fleksibel.

“Kalau target terlalu tinggi tapi tidak didukung peta jalan yang jelas, bisa kontraproduktif. Investor jadi bingung, pelaku usaha menahan ekspansi, akhirnya malah tidak tercapai semua,” ucapnya.

INDEF juga mendorong Bank Indonesia untuk lebih mengedepankan stabilitas moneter ketimbang mengejar pertumbuhan secara agresif. Ia menegaskan bahwa yang terpenting saat ini adalah menjaga kepercayaan pasar dan stabilitas nilai tukar rupiah yang terus tertekan selama setahun terakhir.

“Pemulihan ekonomi tidak akan terjadi jika dasarnya yakni stabilitas keuangan tidak kokoh. Jadi BI dan pemerintah harus sinkron, tidak boleh tarik menarik,” tegasnya.

Eko menutup dengan mengingatkan bahwa pemerintah harus lebih adaptif, realistis, dan memperkuat kolaborasi regional untuk menghadapi dampak dari kebijakan proteksionis global yang semakin tidak terduga. (redaksi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *